Catatan

Catatan Kecil

Sebuah Pengakuan

Kita terlahir didunia ini dengan tangisan pertama begitu melengking namun dibalik tangisan tersebut

Ada sebuah senyuman tergores dibibirnya dan sebuah asa agar yang dilahirkan tumbuh sempurna..

Namun pada detik kita tumbuh dewasa sudahkah kita berbuat semestinya pada yang telah membesarkan dan melahirkan kita kealam raya ini.

Wahai Tuhan Sang Pemberi apa yang dipinta makhluknya kami mohon ampunan-Mu karena kami belum sempurna untuk membalas semua yang telah diberikan oleh orang tua kami……….(apachemask)


11 Januari jam 6:1
What is a sufi in your mind, my dear friend?Coba saya tebak. Orang yang menghitung tasbih setiap langkahnya? Orang yang berpakaian lusuh dari bulu domba? Orang aneh yang senantiasa berpuisi dan berfilsafat tentang Tuhan dan malaikat? Orang yang mencoba mengambil jarak sejauh-jauhnya pada kehidupan dunia, berkata “haram!” pada dunia? Well, my friend, it’s a jadoel stereotype! Prasangka jaman dulu tentang para sufi.

Kini coba bayangkan, apa jawaban seorang sufi ketika ditanya oleh seorang anak muda tentang bisnis, yang akan mengambil kelas di sebuah business school. Berikut ini lagi-lagi dari Bawa Muhaiyaddeen (nggak ada yang lain, Tung?), seorang sufi kontemporer asal Srilanka, diterjemahkan secara bebas dan kurang beradab dari sebuah online pamphlet milik BMF.

Don’t be surprised. 😉
* * * *
Banyak orang berputar-putar pada satu pikiran ini, “Bisnis itu menyakiti orang lain. Bisnis itu merampok harta dan memperbudak mereka. Aku tak ingin seperti itu. Lalu bagaimana aku menjadi seorang pebisnis?” Apa yang tak disadarinya adalah bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah bisnis pada dasarnya. Petani melakukan bisnis. Penceramah, imam dan para pemimpin agama pun berbisnis. Para dokter mengutip biaya dari para pasiennya, bukankah begitu? Coba tunjukkan padaku seseorang yang tidak berbisnis di dunia ini. Selama kita memerlukan sandang, pangan dan papan, kita melakukan suatu bisnis.

Hanya mereka yang lalai dan bodoh lah yang jatuh pada penyiksaan dan perbudakan terhadap orang lain. Orang yang bijak, melalui hikmah dan rahmat-Nya, akan memperoleh hasil yang cukup bagi diri dan keluarganya. Mereka memiliki kendali pada dunia ini.

Jangan terpikir untuk berhenti belajar bisnis. Pelajaran ini sangat bermanfaat bagimu dan kehidupanmu. Orang yang mampu menjalani kehidupan di dunia ini tanpa menjadikan dunia itu hidup di dalam dirinya adalah orang yang sangat cakap. Sangatlah mudah untuk memperoleh keuntungan yang banyak dari menipu pelanggan, atau memotong setengah gaji pekerja dan memaksa mereka bekerja dua kali lebih keras, memperbudak mereka. Sangat mudah. Namun seseorang yang bijak akan menemukan jalan untuk memenuhi sang pemilik perusahaan dengan apa yang diinginkannya, karyawan dengan apa yang diinginkannya, pelanggan dengan harga yang pantas, juga dirinya dengan apa yang diperlukan tubuh dan pikirannya.

Bila tak ada yang berbisnis, maka tak seorang pun akan memperoleh sandang pangan bagi kebutuhan hidupnya. Bila bisnis dapat dijalankan dengan cinta, keadilan, kebijaksanaan, dan kecakapan, beriman pada Tuhan semata — bukan pada dunia, maka bisnis itu akan berujung pada kesuksesan baik di dunia ini maupun di akhir nanti. Dengan cara inilah engkau harus menjalankan suatu bisnis, sehingga menjadi rahmat yang besar bagi seluruh umat manusia.

Engkau harus belajar bagaimana berbisnis dengan baik. Jadilah yang pertama dan terdepan di bidang bisnis yang engkau geluti, lalu jalanilah dengan cinta dan keadilan. Jika engkau melakukan yang demikian, maka itu akan menguntungkan bagimu dan semua orang. Jangan malas. Belajarlah dengan benar. Agar mampu menjalankan suatu bisnis dengan adil, engkau musti tahu lebih banyak dibandingkan mereka yang belajar hanya demi memenuhi nafsu dan keserakahannya pada kekuasaan, sex, kepemilikan, dan titel. Engkau harus mengasah pikiranmu dua kali lebih tajam dari mereka, sehingga engkau mampu memiliki kendali terhadap mereka, menahan mereka agar tak menyakiti diri mereka sendiri dan orang lain.

Engkau harus menyerahkan segala hasil dan tanggungjawab kepada Allah, lalu lakukan apa yang menjadi tugasmu. Dengan kebijaksanaan, cinta, keadilan, dan kecakapan yang terasah dengan baik, jalankan bisnis yang adil. Janganlah malas. Orang yang mampu menjalankan bisnis dengan cara seperti ini akan sungguh-sungguh menjadi pebisnis yang tangguh dan luarbiasa. Ia akan menjadi wali dan ulama bagi dunia ini.

Jangan terpikir bahwa bisnis yang dijalankan dengan adil akan menyakiti orang lain. Engkau harus belajar tentang bisnis, dan engkau pun harus belajar tentang Tuhan, sifat-sifat-Nya, dan kasih sayang-Nya. Belajarlah dengan benar, juga lakukan tugasmu kepada-Nya. Itu akan sangat baik. Engkau musti memberikan usahamu yang terbaik dan serahkan hasil serta tanggungjawabnya kepada Allah semata. Maka semuanya akan berjalan baik.

Saudara-saudaraku, permata hatiku, kalian hadir sebagai cinta di dalam cintaku, sebagai kehidupan di dalam kehidupanku. Semoga Allah menganugerahkan bagimu hikmah dan apa yang terbaik bagimu di dunia ini dan akhir nanti. Semoga Ia mengaruniaimu keimanan yang kokoh, kesucian, sifat-sifat kasih sayang-Nya, kehendak-Nya, dan melindungimu serta memelihara dirimu dan keluargamu dan teman-teman, selama-lamanya. Semoga Ia menganugerahkanmu dengan kebijaksanaan yang tinggi. Sampaikan cinta dan salamku bagi semua. Semoga Allah melindungi dan memelihara kita semua. Amin.

* * * *

P.S.: Ada satu point penting, tentang para sufi, kaum Muslim yang penuh semangat ini (yang sebentar tampak “anti-duniawi”, sebentar tidak):

Orang yang mampu menjalani kehidupan di dunia ini tanpa menjadikan dunia itu hidup di dalam dirinya adalah orang yang sangat cakap.
– Bawa Muhaiyaddeen

Salam Malam Buat Sahabat

Seandainya kini kau telah terlelap
Semoga tidurmu nyenyak dan damai
Dalam buaian malam dingin yang senyapSeandainya bunga tidur kautemui
Semoga bunga itu mekar
Dan menebar wangi di ruang imajinasi

Selamat tidur bagimu, sahabat
Semoga ketika esok tiba
Telah segar kembali jiwa raga
Dan telah musnah segala penat

Selamat berkarya cipta kembali
Semoga selalu jadi nyata
Hari esok yang lebih apik ketimbang hari ini
Dan Allah tansah meridhoi

Amin…

17 Januari 2010
(pengarang Anwar Anshori)

PENYERAHAN

Oleh : Rusli Sudrajat
Engkau berdiri dengan sendiri
Engkau mutlak
tiada yang lain mampu mempengaruhi-Mu.
Engkau Maha Perkasa
Engkau kembangkan payung keperkasaan-Mu
melindungi yang lemah dan tidak berdaya
akulah yang lemah dan tidak berdaya itu
di bawah payung keperkasaan-Mu daku bernaung
Engkau sekali-kali tidak akan menolak
para hamba yang menyerah diri kepada-Mu.

Alangkah mudahnya
bila segala sesuatu diserahkan kepada-Mu
dan yakin Engkau menerimanya
Engkau tidak pernah letih atau lalai
tidak mengantuk tidak tidur
tidak bosan menguruskan hal hamba-hamba-Mu.

Wahai Pelindung diriku
penyerahan adalah kelapangan
penyerahan adalah kedamaian
penyerahan adalah Kesejahteraan.

Wahai Pelindung diriku
penuhilah hatiku dengan yakin
agar sekaliannya kembali kepada-Mu
tanpa sebarang sisa pada diriku.

Engkau gemar mendengar tutur-kata hamba-hamba-Mu
Engkau tidak jemu mendengar daku membebel
tiap ucapanku Engkau jawab
dengan kelembutan-Mu
wahai al-Latiff
kami para hamba sangat Engkau manjai
dengan kemaha-lembutan-Mu.


PERKAWINAN

Perkawinan salah satu sunnatulloh yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.

Firman Allah SWT :

تَذَكَّرُونَ لَعَلَّكُمْ زَوْجَيْنِ خَلَقْنَا شَيْءٍ كُلِّ وَمِن

Artinya : “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” (Adz-Dzariat: ayat 49)

Firman Allah SWT :

كُلَّهَا الْأَزْوَاجَ خَلَقَ الَّذِي سُبْحَانَ

يَعْلَمُونَ لَا وَمِمَّا أَنفُسِهِمْ وَمِنْ الْأَرْضُ تُنبِتُ مِمَّا

Artinya : “Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (Yaa siin : ayat 36)

Perkawinan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian hidupnya, setelah masing-masing pasangan melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan perkawinan.

Firman Allah SWT :

وَأُنثَىذَكَرٍمِّن خَلَقْنَاكُم إِنَّا النَّاسُ أَيُّهَا يَا

Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.” (Al-Hujuraat)

Firman Allah SWT :

وَخَلَقَ وَاحِدَةٍ نَّفْسٍ مِّن خَلَقَكُم الَّذِي رَبَّكُمُ اتَّقُواْ النَّاسُ أَيُّهَايَا

وَنِسَاء كَثِيراً رِجَالاً مِنْهُمَا وَبَثَّ زَوْجَهَا مِنْهَا

Artinya : “ Wahai manusia bertaqwalah kamu sekalian kepada Tuhanmu yang telah menjadikan kamu dari satu diri, lalu Ia jadikan dari padanya jodohnya, kemudian Dia kembang-biakkan menjadi laki-laki dan perempuan yang anyak sekali.” (An-Nisa: ayat 1)

Tuhan tidak mau menjadikan manusia itu seperti makhlik lainnya, yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betinanya secara anarki, dan tidak ada satu aturan. Tetapi demi menjaga kehormatan dan martabat kemulyaan manusia, Allah SWT adakan hukum sesuai dengan martabatnya.

Sehingga hubungan antara laki-laki dengan perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan saling riha meridhai, dengan upacara ijab qabul sebagai lambang dari adanya rasa ridha-meridhai, dan dengan dihadiri oleh para saksi yang menyaksikan kalo antara keduanya melangsungkan aqad nikah.

Bentuk perkawinan ini telah memberikan jalan yang aman pada naluri (sex), memelihara keturunan dengan baik dan menjaga kaum perempuan agar tidak laksana rumput yang bisa dimakan oleh binatang ternak dengan seenaknya.

Pergaulan suami istri diletakkan di bawah naungan naluri keibuan dan kebapaan, sehingga nantinya akan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang baik dan membuahkan buah yang bagus.

Peraturan perkawinan seperti inilahyang diridhai Allah dan diabadikan Islam untuk selamanya, sedangkan yang lainnya dibatalkan. (Fikih Sunnah; ditulis oleh apachemask)

Metoda Penyusunan Ayat dan Surah dalam Al-Quran

Yayi Haidar Aqua 21 Februari jam 1:09
Ustadz Menjawab
Diasuh oleh Ust. Ahmad Sarwat, Lc.

Metoda Penyusunan Ayat dan Surah dalam al-Quran
Assalamualaikum warahmatullah wabaraktuh.

Ada suatu pertanyaan yang mengganjal dalam hati tentang kitab suci Al-Quran, saya mohon pak Ustadz bisa memberikan pencerahan:

1. Sejak kapan ayat-ayat al-Quran dibukukan?

2. Metoda apakah yang dipakai dalam penyusunan ayat-ayat al-Quran sehingga memiliki urutan seperti yang kita ketahui sekarang?

3. Tafsir manakah yang bisa kita jadikan pegangan sesuai dengan makna al-Quran yang sebenarnya?

Ulasan yang logis dan memiliki dalil yang sahih dari pak Ustadz sangat saya harapkan karena saat ini saya sedang menghadapi orang yang mencoba menggoyahkan keyakinan saya tentang keotentikan al-Quran yang sekarang kita pegang. Terima kasih sebelumnya.

Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.

Amir Mahmud

Jawaban
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Kalau buku yang anda maksud adalah cetakan modern seperti di masa sekarang, tentunya Al-Quran belum lama dicetak. Sebab mesin cetrak modern baru ditemukan beberapa puluh tahun belakangan ini saja. Tapi kalau yang dimaksud adalah buku dalam arti lembaran-lembaran yang terbuat dari kulit, pelepah kurma atau media lain yang sudah dikenal saat itu, maka sebenarnya Al-Quran telah ditulis sejak pertama kali turun.

Rasulullah SAW punya beberapa sekretaris pribadi yang kerjanya melulu hanya menulis Al-Quran. Mereka adalah para penulis wahyu dari kalangan sahabat terkemuka, seperti Ali, Muawiyah, ‘Ubai bin K’ab dan Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhum. Bila suatu ayat turun, beliau memerintahkan mereka untuk menuliskannya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam surah.

Di samping itu sebagian sahabat pun menuliskan Qur’an yang turun itu atas kemauan mereka sendiri, tanpa diperintah oleh nabi. Mereka menuliskannya pada pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Zaid bin Tabit, “Kami menyusun Qur’an di hadapan Rasulullah pada kulit binatang.”

Para sahabat senantiasa menyodorkan Qur’an kepada Rasulullah baik dalam bentuk hafalan maupun tulisan.

Tulisan-tulisan Qur’an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf, yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki orang lain. Para ulama telah menyampaikan bahwa segolongan dari mereka, di antaranya Ali bin Abi Thalib, Muaz bin Jabal, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Mas’ud telah menghafalkan seluruh isi Qur’an di masa Rasulullah. Dan mereka menyebutkan pula bahwa Zaid bin Tsabit adalah orang yang terakhir kali membacakan Qur’an di hadapan Nabi, di antara mereka yang disebutkan di atas.

Rasulullah SAW berpulang ke rahmatullah di saat Qur’an telah dihafal dan tertulis dalam mushaf dengan susunan seperti disebutkan di atas, ayat-ayat dan surah-surah dipisah-pisahkan atau diterbitkan ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembar secara terpisah dalam tujuh huruf.

Tetapi Qur’an belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang menyeluruh (lengkap). Bila wahyu turun, segeralah dihafal oleh para qurra’ dan ditulis para penulis; tetapi pada saat itu belum diperlukan membukukannya dalam satu mushaf, sebab Nabi masih selalu menanti turunnya wahyu dari waktu ke waktu. Di samping itu terkadang pula terdapat ayat yang me-nasikh (menghapuskan) sesuatu yang turun sebelumnya. Susunan atau tertib penulisan Qur’an itu tidak menurut tertib nuzul-nya (turun), tetapi setiap ayat yang turun dituliskan di tempat penulisan sesuai dengan petunjuk Nabi- ia menjelaskan bahwa ayat anu harus diletakkan dalam surah anu.

Andaikata pada masa Nabi SAWQur’an itu seluruhnya dikumpulkan di antara dua sampul dalam satu mushaf, hal yang demikian tentu akan membawa perubahan bila wahyu turun lagi.

Az-zarkasyi berkata, “Qur’an tidak dituliskan dalam satu mushaf pada zaman Nabi agar ia tidak berubah pada setiap waktu. Oleh sebab itu, penulisannya dilakukan kemudian sesudah Qur’an turun semua, yaitu dengan wafatnya Rasulullah.”

Dengan pengertian inilah ditafsirkan apa yang diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit yang mengatakan, “Rasulullah SAW telah wafat sedang Qur’an belum dikumpulkan sama sekali.” Maksudnya ayat-ayat dalam surah-surahnya belum dikumpulkan secara tertib dalam satu mushaf.

Al-Katabi berkata, “Rasulullah tidak mengumpulkan Qur’an dalam satu mushaf itu karena ia senantiasa menunggu ayat nasikh terhadap sebagian hukum-hukum atau bacaannya. Sesudah berakhir masa turunnya dengan wafatnya Rasululah, maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para Khulafaurrasyidin sesuai dengan janjinya yang benar kepada umat ini tentang jaminan pemeliharaannya. Dan hal ini terjadi pertama kalinya pada masa Abu Bakar atas pertimbangan usulan Umar radhiyalahu ‘anhum.

2. Metode yang digunakan untuk menyusun Al-Quran adalah metode wahyu dari langit. Sebab setiap ada ayat yang turun, Rasulullah SAW selain mengajarkan bacaan dan pemahamannya, beliau juga menjelaskan tata letak ayat tersebut di dalam Al-Quran.

3. Semua kitab tafsir yang hingga hari masih ada, bisa dijadikan dasar penafsiran kita tehadap Al-Quran. Kita punya puluhan kitab tafsir peninggalan para ulama yang sudah teruji sepanjang masa.

Tentunya masing-masing kitab tafsir itu memiliki keunggulannya sendiri–sendiri. Tergantung dari sudut pandang mana seseorang ingin membidik pemahamannya terhadap A-Quran.

Wallahu a’lam bishshawab wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.

Tinggalkan komentar