Raden Mas Kareta

Pangeran Aria Mangkunegara yang populer di kalangan rakyat, tahun 1734 dibuang oleh VOC ke Sailan. Pangeran itu dianggap sangat menentang Belanda dalam menjalankan politiknya di Pulau Jawa. Pembuangan ini terjadi tidak lama setelah Pakubuwono II naik tahta. Pangeran Aria Mangkunegara meninggal di tempat pengasingannya di Sailan, lima tahun kemudian. Di tempat pembuangan itu, lahir puteranya yang kemudian terkenal dengan nama Raden Mas Kareta. Jenazah Pangeran Aria Mangkunegara, tahun 1741 diizinkan dibawa pulang beserta keluarga dan para pengikutnya. Seluruh rombongan yang kembali ke tanah air berjumlah lebih dari 77 orang.

Kareta, sesampai di tanah air menetap di Batavia. Akan tetapi, tidak lama kemudian (tahun 1750), dia diasingkan lagi oleh Belanda. Sekarang lebih jauh lagi, dia dikirim ke Afrika Selatan. Dalam waktu yang sama, juga diasingkan dua saudaranya ke Sailan, tetapi tidak lama kemudian mereka diizinkan pulang ke Jawa.

Di bawah ini merupakan pengalaman cukup menarik Mas Kareta sewaktu dia diasingkan di luar tanah airnya. Semenjak menginjakkan kakinya untuk pertama kalinya di Afrika Selatan, Mas Kareta senantiasa meminta keadilan bagi dirinya. Dia berusaha meminta keterangan dari Pemerintah Belanda mengenai kesalahan-kesalahannya hingga sampai dibuang begitu jauh. Akan tetapi usahanya itu tidak berhasil. Tahun 1765, dia menghadap penjabat tertinggi Belanda di Afrika Selatan dengan maksud yang sama, tetapi juga tidak berhasil. Dia merasa dirinya tidak bersalah, tetapi mengapa diperlakukan secara semena-mena. Ia meminta dikembalikan ketanah asalnya, tetapi Belanda tetap tidak memperhatikan tuntutannya. Sekedar menyambung hidup, dia terpaksa berdagang kecil-kecilan karena uang tunjangan yang didapatnya dari pemerintah sama sekali tidak cukup.

Entah bagaimana caranya, setelah lebih dari seperempat abad berada di ujung selatan benua Afrika itu, diam-diam dia berhasil menaiki sebuah kapal Belanda yang sedang dalam pelayaran menuju Eropa. Dia sampai di Negeri Belanda tahun 1778. Kedatangannya ini memusingkan kalangan pimpinan VOC dan si pemilik kapal sebab disinilah terletak kesulitan itu. Berlainan dengan di tanah jajahan, keadilan memang dapat dicari di Negeri Belanda, apalagi orang itu berdarah biru, berasal dari lingkungan keraton di Pulau Jawa. Pemilik kapal didamprat habis-habisan karena tidak mengetahui ada penumpang gelap di kapalnya sendiri. Setelah melalui perdebatan hangat dan seru tanpa penyelesaian yang dapat diterima, sampai-sampai ketingkat semacam Kadin di sana, masalah ini belum juga dapat diselesaikan. Akhirnya maslah ini diserahkan kepada badan tertinggi VOC, terkenal dengan nama Bapak-Bapak XVII. Untuk menangani kasus ini, terpaksa diadakan rapat khusus mengenai Raden Kareta.

Mereka tidak habis pikir, bagaimana seseorang dapat lolos dari pengasingan dan berhasil masuk ke Negeri Belanda. Padahal, VOC waktu itu terkenal sebagai suatu perusahaan yang sangat keras menjalankan peraturan dan ketat sekali penjagaannya. Selain itu, bagaimana mempertanggungjawabkan pengasingannya di Afrika Selatan itu. Inilah sebetulnya yang sangat menggusarkan pucuk pimpinan VOC. Kalau di daerah jajahan, apa saja dapat dilakukan. Akan tetapi, lain kalau ini terjadi di negeri sendiri, alat pengukurnya tidak sama. Hal ini disebabkan pembuangan Kareta sama sekali tidak mempunyai dasar hukum yang kukuh.

Dalam Surat Keputusan tanggal 13 Maret 1850. Antara lain dapat dibaca bahwa, “….ternyata bukti-bukti sama sekali tidak jelas dan menyakinkan (convincant) yang bisa dipakai hakim sebagai dasar untuk menghukum. Tetapi mengingat kebiasaan penduduk yang enggan mengajukan tuduhan-tuduhan terhadap seseorang, apalagi dari golongan atas, maka….surat keputusan ini sudah dianggap cukup untuk mengasingkan orang jauh dari kampung halamannya nun ke Afrika Selatan.” Sepintas dpat kita simpulkan bahwa tuduhan yang  ditimpakan kepada Raden Mas Kareta ialah pembunuhan, walaupun tanpa mengajukan saksi-saksi dan tanpa menyebutkan siapa yang dibunuh. Bukan sesuatu yang aneh di negeri kita waktu itu, di bawah pemerintahan VOC.

Perkaranya dilempar ke sana-kemari selama beberapa lama antarinstasi berwenang. Akhirnya diperoleh jalan keluar yang paling tepat menurut mereka, yaitu jangan diputuskan di Negeri Belanda. Masalahnya ini dikembalikan ke tangan gubernur jenderal yang dahulu mengirimnya ke Afrika Selatan. Utnuk itu, dikirimlah sepucuk surat kepada Gubernur jenderal Hindia Belanda, yang isinya meminta agar jawaban, dia dibawa lagi ke tempat pengasingannya dahulu ke Afrika Selatan. Satu-satunya keringanan yang dia peroleh ialah surat yang ditujukan kepada yang berkuasa di sana, tertanggal 4 Agustus 1778. Isinya “Raden Mas Kareta jangan dihukum lagi karena melarikan diri”.

(sumber : Rusli Amran)

Tentang maskapache

Terus belajar untuk mencari sebuah kebaikan...
Pos ini dipublikasikan di Sejarah dan tag . Tandai permalink.